Petikan "Syair Abdul Muluk" Karya Raja Ali Haji
Syair Abdul Muluk (Sjair Abdoel Moeloek) adalah syair tahun 1847 yang menurut beberapa sumber dikarang oleh Raja Ali Haji atau putrinya, Saleha. Syair ini bercerita tentang seorang wanita yang menyamar sebagai pria untuk membebaskan suaminya dari Sultan Hindustan; Sultan menangkapnya dalam sebuah serangan ke kerajaan mereka. Buku bertemakan penyamaran gender ini dianggap menata ulang hierarki pria dan wanita serta bangsawan dan pelayan. Tema tersebut sering ditemukan di sastra Jawa dan Melayu kontemporer.
Tema wanita menyamar sebagai pria untuk berperang, seperti yang tercantum dalam Sjair Abdoel Moeloek, banyak ditemukan dalam sastra Melayu dan Jawa, termasuk kisah-kisah Pandji dari Jawa dan hikayat dan syair dari Malaya. Contoh lainnya adalah Hikayat Panji Semirang, Hikayat Jauhar Manikam, dan Syair Siti Zubaidah Perang Cina. Karya yang disebutkan terakhir memiliki kesamaan alur dengan Sjair Abdoel Moeloek, namun karena Syair Siti Zubaidah Perang Cina tidak bertanggal, mustahil menentukan karya mana yang duluan dikarang.
Syair Abdul Muluk
Berhentilah kisah raja Hindustan
Tersebutlah pula suatu perkataan
Abdul Hamid Syah Paduka Sultan
Duduklah Baginda bersuka-sukaan
Abdul Muluk putera Baginda
Besarlah sudah bangsa muda
Cantik menjelis usulnya syahda
Tiga belas tahun umurnya ada
Parasnya elok amat sempurna
Petak majelis bijak laksana
Memberi hati bimbang gulana
Kasih kepadanya mulia dan hina
Akan Rahmah puteri bangsawan
Parasnya elok sukar dilawan
Sedap manis barang kelakuan
Sepuluh tahun umurnya tuan
Sangatlah suka duli mahkota
Melihat puteranya besarlah nyata
Kepada isteri baginda berkata
"Adinda Nin apalah bicara kita?
Kepada fikir kakanda sendiri
Abdul Muluk kemala negeri
Baiklah kita beri beristeri
Dengan anakanda Rahmah puteri"
Permaisuri menjawab madah
"Sabda kakanda benarlah sudah
Akan anakanda Sitti Rahmah
Patutlah sudah ia berumah"
Bertitah pula baginda sultan
"Esok hari istana hiaskan
Adinda jangan berlambatan
Kerja nin hendak kakanda segerakan"
Mendengarkan titah sultan paduka
Permaisuri menjawab lakunya suka
"Alat perkakas hadirlah belaka
menantikan sampai saat ketika"
Telah sudah baginda berperi
Berangkat keluar mahkota negeri
Serta sampai ke balairung sari
Didapati hadir sekalian menteri
lalulah bertitah baginda sultan
Kepada Mansur wazir pilihan
"Berhadirlah kakanda alat pekerjaan
Abdul Muluk hendak dikawinkan
patutlah sudah ia beristeri
Dengan anakanda Rahmah puteri
Esok himpunkan hulubalang negeri
Kerja hingga empat puluh hari
Sudah bertitah raja yang gana
berangkat masuk ke dalam istana
Akan mansur yang bijaksana
Mengerjakan titah dengan sempurna
Telah datang keesokan hari
Berhimpun sekalian seisi negeri
Serta dengan anak isteri
Mansur menghiasi balairung sari
Orang mengatur sudahlah selesai
dari istana sampai ke balai
Indah rupanya tiada ternilai
Segera yang melihat heran dan lalai
Beberapa kali meriam dipasang
Bersambutlah dengan gong dan gendang
Joget dan tandak topeng
dan wayang
Tiadalah sunyi malam dan siang
Akan segala hulubalang menteri
Penuh sesak di balairung sari
Menghadap baginda sultan bestari
Setengah bermain catur baiduri
Demikianlah kerja paduka sultan
Sehari-hari minum dan makan
Dagang senteri semuanya dihimpunkan
Berbagai jenis tambul angkatan
Tiadalah hamban panjangkan peri
Sampailah kerja empat puluh hari
Sultan menghiasi putera sendiri
Diatas singgasana balairung sari
Beraturlah raja berjawab-jawaban
Penuh-sesak dibalai penghadapan
Serunai nafiri bersahut-sahutan
Nobat dipalu meriam dipasangkan
Memakailah konon muda teruna
Betapa adat raja yang gana
Dengan selengkapnya sudah terkena
Manis seperti halwa cina
Sudah memakai muda bangsawan
Wajahnya cemerlang kilau-kilauan
Cantik menjelis sebarang kelakuan
Patut putera yang dipertuan
Putera memakai selesailah sudah
Lalu dipimpin duli khalifah
Di atas perarakan dinaikkanlah
Terkembanglah payung kemuncak bertatah
Setelah mustaid sekalian rata
Lalu berarak keluar kota
Meriam dipasang bahan gempita
Laskar hulubalang bermain senjata
Ada setengah gila bersorak
Bertempik sambil mengadangkan tombak
Orang melihat tertawa gelak
Segenap lorong penuh dan sesak
Kebanyakan pula berlari-lari
Hendak melihat putera bestari
Berdahulu-dahuluan sama sendiri
Anak didukung sebelah kiri
Orang berarak terlalu bena
Tersebut perkataan di dalam istana
permaisuri yang bijaksana
Rahmah dihiasi dengan sempurna
Terlalu baik parasnya puteri
Sedap manis tidak terperi
Putih menjelis durja berseri
Tiada berbandingan di dalam negeri
Cantik manis tiada berlawan
Memberi hati pilu dan rawan
Lemah-lembut sebarang kelakuan
Segala yang memandang belas-kasihan
Sekalian alat sudah terkena
Didudukkan diatas peterana ratna
Menghadap nasi berastakona
Beraturlah siti anak perdana
Tersebutlah khabar orang berarak
Riuh dengan tempik dan sorak
Serta dengan joget dan tanda
Beberapa hamburan emas dan perak
Setelah petang sudahlah hari
Mempelai diarak orang kembali
Langsung sekali ke balairung sari
Disambut raja-raja kanan dan kiri
Sampai kembali muda teruna
Diiringkan Mansur wazir perdana
Disambut sultan dengan sempurna
Dibawanya masuk kedalam istana
Setelah datang ke dalam puri
Didudukkan baginda di kanan puteri
Keduanya sama manis berseri
Laksana bulan dengan matahari
Isteri Mansur wazir berida
Menyelampai tetampan berkida-kida
Berdatang sembah lakunyasyahda
"Santaplah tuan dengan adinda"
Mendengarkan sembah bini menteri
Tersenyum sedikit muda-bestari
Santap pun tidak berapa peri
Bersuap-suapan laki isteri
Sudahlah santap muda bangsawan
Santap sirih di dalam puan
Bertitah pula yang dipertuan
"Bawalah isterimu masuk peraduan"
Setelah didengar Abdul Muluk
Tersenyum sedikit lalulah tunduk
Dipandang baginda terlalu elok
Sedap manis tiada bertolok
Bangkit berdiri muda bangsawan
Lemah lembut malu-maluan
Dipegang tangan adinda tuan
Dibawanya masuk ke dalam peraduan
Tersenyum manis sultan mengindera
Suka melihat keduanya putera
Laki-isteri sama setara
Belumlah sampai budi-bicara
Setelah selesai muda bangsawan
Berangkat kembali yang dipertuan
Berjamu menteri hulubalang sekalian
Makan dan minum bersuka-sukaan
Tiada lagi dipanjangkan madah
Sehingga itu jadilah sudah
Tujuh hari sudah sampailah
Bersiramlah putera paras yang indah
Sudah bersiram muda teruna
Diberi memakai dengan sempurna
Didudukkan diatas peterana ratna
Santaplah nasi yang berastakona
Tiadalah hamba panjangkan peri
Duduklah baginda bersuka-sukaan
Tiga bulan sepuluh hari
Berdamailah baginda laki-isteri
Sangatlah suka paduka sultan
Melihat anakanda putera bangsawan
Dua laki-isteri berkasih-kasihan
Duduklah baginda membujuk isteri
Raja Ali Haji adalah anak raja ahmad dan cucu raja haji Fisabillilah, bangsawan dari kesultanan riau lingga. Ayahnya adalah orang terpelajar yang juga termasuk pengarang Riau Lingga yang terkenal dan rajin menuntut ilmu. Nenek moyang raja Ali Haji sebetulnya adalah raja Bugis yang pertama kali memeluk Islam. Namanya La Madusilat. Salah seorang anak La Madusilat pergi mengembara hingga ke tanah Riau Lingga dan mendapat kedudukan penting dalam Kesultanan Riau Lingga.
Raja Ali Haji tumbuh dalam keluarga yang memiliki tradisi keagamaan dan keilmuan yang kuat. Sejak kecil ayahnya telah mendidiknya dalam mempelajari bahasa Arab dan ilmu agama dengan baik bahkan ia pernah menuntut ilmu sampai ke Mesir dan Mekkah. Bersama dengan ayahnya dan sebelas kerabat lainya, ia termasuk bangsawan Riau Lingga yang pertama kali mengunjungi tanah suci Mekkah, yaitu pada 1828.
Sekembalinya dari menuntut ilmu dinegeri sebrang Raja Ali Haji menjadi seorang ulama yang terkenal di negerinya. Ia menjadi tumpuan orang-orang yang hendak bertanya maupun belajar masalah keagamaan ataupun masalah-masalah lainya. Raja Ali Haji kemudian juga terkenal akan karya-karya sastranya yang berbentuk prosa maupun puisi.
Karya-karya sastranya berisi beragam tema, diantaranya hukum, sastra, bahasa, dan (Yang Paling banyak) keagamaan pada tahun 1847 Raja Ali Haji menulis salah satu karyanya yang berjudul Gurindam Duabelas. Karyanya tersebut menjadi amat terkenal. Pada tahun 1858 ia juga menulis kitab pengetahuan bahasa yang kemudian menjadi pelopor perkamusan monolingual bahsa melayu. Selain dua judul di atas, karyanya yang lain adalah syair Abdul Muluk, sisilah melalui didis, syair hokum nikah, syair siti sianah, tsamarat al-muhimmah, sinar gemala mustika alam, tuhfat al nafis.
Sayang, di Indonesia hanya syair Abdul Muluk dan gurindam Duabelas yang pernah diterbitkan secara komersial. Itupun setelah ia wafat. Hanya gurindam duabelas yang diketahui oleh masyarakat awam di indonesia hingga saat ini. Karya-karya Raja Ali Haji lebih banyak diterbitkan secara bail dan layak di malaysia. Gurindam duabelas juga pernah diterbitkan di negeri Belanda pada tahun 1953.
Raja Ali Haji adalah tonggak sastra melayu yang memiliki peran penting dalam khasanah sastra indonesia. Melihat karya-karyanya yang bisa disebut sebagai pelopor atau cikal bakal yang melicinkan jalan terbentuknya bahasa nasional indonesia, Raja Ali Haji termasuk putra bangsa yang pantas mendapat penghargaan tinggi. Pantaslah pemerintah menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional lewat SK Presiden No.089/TK/Tahun 2004.
Berbagai sumber
Tema wanita menyamar sebagai pria untuk berperang, seperti yang tercantum dalam Sjair Abdoel Moeloek, banyak ditemukan dalam sastra Melayu dan Jawa, termasuk kisah-kisah Pandji dari Jawa dan hikayat dan syair dari Malaya. Contoh lainnya adalah Hikayat Panji Semirang, Hikayat Jauhar Manikam, dan Syair Siti Zubaidah Perang Cina. Karya yang disebutkan terakhir memiliki kesamaan alur dengan Sjair Abdoel Moeloek, namun karena Syair Siti Zubaidah Perang Cina tidak bertanggal, mustahil menentukan karya mana yang duluan dikarang.
Syair Abdul Muluk
Berhentilah kisah raja Hindustan
Tersebutlah pula suatu perkataan
Abdul Hamid Syah Paduka Sultan
Duduklah Baginda bersuka-sukaan
Abdul Muluk putera Baginda
Besarlah sudah bangsa muda
Cantik menjelis usulnya syahda
Tiga belas tahun umurnya ada
Parasnya elok amat sempurna
Petak majelis bijak laksana
Memberi hati bimbang gulana
Kasih kepadanya mulia dan hina
Akan Rahmah puteri bangsawan
Parasnya elok sukar dilawan
Sedap manis barang kelakuan
Sepuluh tahun umurnya tuan
Sangatlah suka duli mahkota
Melihat puteranya besarlah nyata
Kepada isteri baginda berkata
"Adinda Nin apalah bicara kita?
Kepada fikir kakanda sendiri
Abdul Muluk kemala negeri
Baiklah kita beri beristeri
Dengan anakanda Rahmah puteri"
Permaisuri menjawab madah
"Sabda kakanda benarlah sudah
Akan anakanda Sitti Rahmah
Patutlah sudah ia berumah"
Bertitah pula baginda sultan
"Esok hari istana hiaskan
Adinda jangan berlambatan
Kerja nin hendak kakanda segerakan"
Mendengarkan titah sultan paduka
Permaisuri menjawab lakunya suka
"Alat perkakas hadirlah belaka
menantikan sampai saat ketika"
Telah sudah baginda berperi
Berangkat keluar mahkota negeri
Serta sampai ke balairung sari
Didapati hadir sekalian menteri
lalulah bertitah baginda sultan
Kepada Mansur wazir pilihan
"Berhadirlah kakanda alat pekerjaan
Abdul Muluk hendak dikawinkan
patutlah sudah ia beristeri
Dengan anakanda Rahmah puteri
Esok himpunkan hulubalang negeri
Kerja hingga empat puluh hari
Sudah bertitah raja yang gana
berangkat masuk ke dalam istana
Akan mansur yang bijaksana
Mengerjakan titah dengan sempurna
Telah datang keesokan hari
Berhimpun sekalian seisi negeri
Serta dengan anak isteri
Mansur menghiasi balairung sari
Orang mengatur sudahlah selesai
dari istana sampai ke balai
Indah rupanya tiada ternilai
Segera yang melihat heran dan lalai
Beberapa kali meriam dipasang
Bersambutlah dengan gong dan gendang
Joget dan tandak topeng
dan wayang
Tiadalah sunyi malam dan siang
Akan segala hulubalang menteri
Penuh sesak di balairung sari
Menghadap baginda sultan bestari
Setengah bermain catur baiduri
Demikianlah kerja paduka sultan
Sehari-hari minum dan makan
Dagang senteri semuanya dihimpunkan
Berbagai jenis tambul angkatan
Tiadalah hamban panjangkan peri
Sampailah kerja empat puluh hari
Sultan menghiasi putera sendiri
Diatas singgasana balairung sari
Beraturlah raja berjawab-jawaban
Penuh-sesak dibalai penghadapan
Serunai nafiri bersahut-sahutan
Nobat dipalu meriam dipasangkan
Memakailah konon muda teruna
Betapa adat raja yang gana
Dengan selengkapnya sudah terkena
Manis seperti halwa cina
Sudah memakai muda bangsawan
Wajahnya cemerlang kilau-kilauan
Cantik menjelis sebarang kelakuan
Patut putera yang dipertuan
Putera memakai selesailah sudah
Lalu dipimpin duli khalifah
Di atas perarakan dinaikkanlah
Terkembanglah payung kemuncak bertatah
Setelah mustaid sekalian rata
Lalu berarak keluar kota
Meriam dipasang bahan gempita
Laskar hulubalang bermain senjata
Ada setengah gila bersorak
Bertempik sambil mengadangkan tombak
Orang melihat tertawa gelak
Segenap lorong penuh dan sesak
Kebanyakan pula berlari-lari
Hendak melihat putera bestari
Berdahulu-dahuluan sama sendiri
Anak didukung sebelah kiri
Orang berarak terlalu bena
Tersebut perkataan di dalam istana
permaisuri yang bijaksana
Rahmah dihiasi dengan sempurna
Terlalu baik parasnya puteri
Sedap manis tidak terperi
Putih menjelis durja berseri
Tiada berbandingan di dalam negeri
Cantik manis tiada berlawan
Memberi hati pilu dan rawan
Lemah-lembut sebarang kelakuan
Segala yang memandang belas-kasihan
Sekalian alat sudah terkena
Didudukkan diatas peterana ratna
Menghadap nasi berastakona
Beraturlah siti anak perdana
Tersebutlah khabar orang berarak
Riuh dengan tempik dan sorak
Serta dengan joget dan tanda
Beberapa hamburan emas dan perak
Setelah petang sudahlah hari
Mempelai diarak orang kembali
Langsung sekali ke balairung sari
Disambut raja-raja kanan dan kiri
Sampai kembali muda teruna
Diiringkan Mansur wazir perdana
Disambut sultan dengan sempurna
Dibawanya masuk kedalam istana
Setelah datang ke dalam puri
Didudukkan baginda di kanan puteri
Keduanya sama manis berseri
Laksana bulan dengan matahari
Isteri Mansur wazir berida
Menyelampai tetampan berkida-kida
Berdatang sembah lakunyasyahda
"Santaplah tuan dengan adinda"
Mendengarkan sembah bini menteri
Tersenyum sedikit muda-bestari
Santap pun tidak berapa peri
Bersuap-suapan laki isteri
Sudahlah santap muda bangsawan
Santap sirih di dalam puan
Bertitah pula yang dipertuan
"Bawalah isterimu masuk peraduan"
Setelah didengar Abdul Muluk
Tersenyum sedikit lalulah tunduk
Dipandang baginda terlalu elok
Sedap manis tiada bertolok
Bangkit berdiri muda bangsawan
Lemah lembut malu-maluan
Dipegang tangan adinda tuan
Dibawanya masuk ke dalam peraduan
Tersenyum manis sultan mengindera
Suka melihat keduanya putera
Laki-isteri sama setara
Belumlah sampai budi-bicara
Setelah selesai muda bangsawan
Berangkat kembali yang dipertuan
Berjamu menteri hulubalang sekalian
Makan dan minum bersuka-sukaan
Tiada lagi dipanjangkan madah
Sehingga itu jadilah sudah
Tujuh hari sudah sampailah
Bersiramlah putera paras yang indah
Sudah bersiram muda teruna
Diberi memakai dengan sempurna
Didudukkan diatas peterana ratna
Santaplah nasi yang berastakona
Tiadalah hamba panjangkan peri
Duduklah baginda bersuka-sukaan
Tiga bulan sepuluh hari
Berdamailah baginda laki-isteri
Sangatlah suka paduka sultan
Melihat anakanda putera bangsawan
Dua laki-isteri berkasih-kasihan
Duduklah baginda membujuk isteri
Raja Ali Haji adalah anak raja ahmad dan cucu raja haji Fisabillilah, bangsawan dari kesultanan riau lingga. Ayahnya adalah orang terpelajar yang juga termasuk pengarang Riau Lingga yang terkenal dan rajin menuntut ilmu. Nenek moyang raja Ali Haji sebetulnya adalah raja Bugis yang pertama kali memeluk Islam. Namanya La Madusilat. Salah seorang anak La Madusilat pergi mengembara hingga ke tanah Riau Lingga dan mendapat kedudukan penting dalam Kesultanan Riau Lingga.
Raja Ali Haji tumbuh dalam keluarga yang memiliki tradisi keagamaan dan keilmuan yang kuat. Sejak kecil ayahnya telah mendidiknya dalam mempelajari bahasa Arab dan ilmu agama dengan baik bahkan ia pernah menuntut ilmu sampai ke Mesir dan Mekkah. Bersama dengan ayahnya dan sebelas kerabat lainya, ia termasuk bangsawan Riau Lingga yang pertama kali mengunjungi tanah suci Mekkah, yaitu pada 1828.
Sekembalinya dari menuntut ilmu dinegeri sebrang Raja Ali Haji menjadi seorang ulama yang terkenal di negerinya. Ia menjadi tumpuan orang-orang yang hendak bertanya maupun belajar masalah keagamaan ataupun masalah-masalah lainya. Raja Ali Haji kemudian juga terkenal akan karya-karya sastranya yang berbentuk prosa maupun puisi.
Karya-karya sastranya berisi beragam tema, diantaranya hukum, sastra, bahasa, dan (Yang Paling banyak) keagamaan pada tahun 1847 Raja Ali Haji menulis salah satu karyanya yang berjudul Gurindam Duabelas. Karyanya tersebut menjadi amat terkenal. Pada tahun 1858 ia juga menulis kitab pengetahuan bahasa yang kemudian menjadi pelopor perkamusan monolingual bahsa melayu. Selain dua judul di atas, karyanya yang lain adalah syair Abdul Muluk, sisilah melalui didis, syair hokum nikah, syair siti sianah, tsamarat al-muhimmah, sinar gemala mustika alam, tuhfat al nafis.
Sayang, di Indonesia hanya syair Abdul Muluk dan gurindam Duabelas yang pernah diterbitkan secara komersial. Itupun setelah ia wafat. Hanya gurindam duabelas yang diketahui oleh masyarakat awam di indonesia hingga saat ini. Karya-karya Raja Ali Haji lebih banyak diterbitkan secara bail dan layak di malaysia. Gurindam duabelas juga pernah diterbitkan di negeri Belanda pada tahun 1953.
Raja Ali Haji adalah tonggak sastra melayu yang memiliki peran penting dalam khasanah sastra indonesia. Melihat karya-karyanya yang bisa disebut sebagai pelopor atau cikal bakal yang melicinkan jalan terbentuknya bahasa nasional indonesia, Raja Ali Haji termasuk putra bangsa yang pantas mendapat penghargaan tinggi. Pantaslah pemerintah menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional lewat SK Presiden No.089/TK/Tahun 2004.
Berbagai sumber
Post a Comment for "Petikan "Syair Abdul Muluk" Karya Raja Ali Haji"
Post a Comment