Widget HTML Atas

.

Cukai Rokok Indonesia Paling Rendah (Murah) di Dunia

Cukai Rokok Indonesia Paling Rendah (Murah) di Dunia-- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mendorong peningkatan harga rokok melalui kenaikan tarif cukai. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi berkata, tarif cukai dan harga rokok di Indonesia termasuk yang paling rendah sedunia.

Akibat rendahnya tarif cukai rokok, harga rokok terjangkau masyarakat miskin. Sebagian dari mereka memilih membeli rokok ketimbang mengalokasikan pendapatan lebih besar untuk bahan-bahan kebutuhan pokok sehari-hari.

“Tarif cukai rokok yang tinggi, selain untuk melindungi rumah tangga miskin dan anak-anak, juga bisa meningkatkan penerimaan negara untuk dialokasikan ke anggaran kesehatan,” kata Tulus seperti dilansir Antara, Minggu (21/8).

Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) belum lama ini merilis survei Euromonitor International pada 2013 yang menunjukkan, harga rokok di Indonesia sangat murah. Harga rokok premium kurang dari Rp1.000 per batang –ketiga termurah di ASEAN setelah Kamboja dan Vietnam.

Untuk rokok kelas premium isi 16 batang dengan harga lebih dari Rp13 ribu per bungkus, per batang rokok dapat dijual pada kisaran Rp813 saja.

Berikutnya, rokok kelas menengah seharga Rp10-13 ribu, dapat dijual Rp625-812 per batang. Sementara rokok kelas rendah dengan harga per bungkus di bawah Rp10 ribu, harga per batangnya kurang dari Rp700.
Penerimaan negara dari cukai rokok, ujar Tulus, selama ini tak dapat menutupi biaya kesehatan yang timbul akibat penyakit-penyakit yang disebabkan oleh rokok.

“Rokok berbahaya bagi kesehatan dan sama sekali tidak memiliki kandungan kalori. Bila rumah tangga miskin tidak dapat membeli rokok, mereka bisa menggunakan uang untuk menambah kalori keluarga,” ujar Tulus.

Cukai alias pajak untuk barang konsumsi, merupakan instrumen untuk mengendalikan barang yang perlu dibatasi. Barang-barang yang dikenai cukai misalnya tembakau dan minuman beralkohol.

“Di negara maju, harga rokok sudah lebih dari Rp100 ribu, dan terbukti hal itu tidak membuat pabrik rokok bangkrut, tidak membuat mereka memberhentikan buruh-buruhnya,” kata Tulus.

Pabrik rokok yang memberhentikan para buruhnya ialah yang melakukan mekanisasi alias mengganti tenaga manusia dengan mesin.

Dampak lanjutan dari kenaikan cukai rokok, menurut Tulus, ialah turunnya angka kemiskinan karena masyarakat miskin tak bisa membeli rokok dan menggunakan uang mereka untuk memenuhi gizi anggota keluarganya.

Tulus yang juga menjabat sebagai salah satu ketua dalam Komisi Nasional Pengendalian Tembakau mengatakan, data Badan Pusat Statistik tiap tahunnya memperlihatkan belanja rumah tangga miskin terbesar ialah untuk beras dan rokok, setelahnya baru pemenuhan gizi dan pendidikan anak.

“Tujuh puluh persen konsumsi rokok menjerat rumah tangga miskin,” kata dia.
Akhir bulan lalu dalam Kongres Indonesian Health Economics Association (InaHEA) di Yogyakarta, Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany membeberkan hasil risetnya bahwa perokok akan berhenti merokok jika harga rokok dinaikkan hingga tiga kali lipat.

Kenaikan harga rokok dapat dilakukan dengan menaikkan cukai rokok, dan hal itu juga dinilai dapat menghindari defisit anggaran Jaminan Kesehatan Nasional.

Hasbullah memaparkan, dari seribu sampel yang diambil acak oleh tim penelitinya, diketahui bahwa 80 persen perokok pasif dan 76 persen perokok aktif setuju jika harga rokok naik. Sebanyak 72 persen perokok bahkan mengatakan akan berhenti merokok jika harga rokok naik tiga kali lipat.

“Satu sampai dua bungkus rokok per hari jika ditotal, dihitung besaran pengeluaran untuk rokok per bulannya, mencapai Rp450 hingga Rp600 ribu. Dalam studi ini, para perokok bilang kalau harga rokok di Indonesia naik jadi Rp50 ribu per bungkus, mereka akan berhenti,” kata Hasbullah.

Maka, ujar Hasbullah, menaikkan tarif cukai rokok merupakan langkah tepat untuk meraup sumber dana bagi negara hingga Rp70 triliun per tahun.

Indonesia ialah negara dengan jumlah perokok tertinggi di dunia, dengan jumlah perokok laki-laki dewasa mencapai 67 persen dari populasi penduduk. Angka ini meningkat dari 27 persen pada tahun 1995 menjadi 36,3 persen pada 2013.

Namun Hasbullah sadar, menaikkan harga pokok bukan perkara mudah. “Setidaknya makan waktu satu hingga dua tahun agar pemerintah dan politisi setuju untuk menaikkan harga rokok di Indonesia (hingga tiga kali lipat).”

Salah satu perusahaan rokok terkemuka di Indonesia, PT HM Sampoerna Tbk, mengatakan harga rokok tak bakal sampai naik Rp50 ribu per bungkus.

“Jika pemerintah menaikkan tarif CHT (cukai hasil tembakau) terlalu tinggi, maka akan mendorong kenaikan harga rokok menjadi terlalu mahal sehingga tidak sesuai dengan daya beli masyarakat yang masih lesu,” kata Elvira, Head of Regulatory Affairs International Trade and Communications Sampoerna.

Ia mengklaim, kenaikan cukai rokok akan menambah jumlah pengangguran petani tembakau dan pedagang rokok. Selain itu, membuat produsen rokok ilegal menjamur.

Pekan lalu, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan pemerintah berencana menaikkan tarif cukai rokok tahun depan, 2017, seiring peningkatan target penerimaan CHT menjadi 149,88 triliun dari sebelumnya Rp141,7 triliun pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016.

Sampai saat ini Heru masih mengkaji besaran kenaikan tarif CHT. Angka final akan disampaikan ke pelaku industri paling lambat tiga bulan sebelum kebijakan baru berlaku, agar kalangan industri bisa melakukan penyesuaian, dan masyarakat dapat mengantisipasi harga baru rokok.

Sumber: cnnindonesia
Jika berkenan mohon bantu subscribe channel admin, makasiiiihh!!